Kalo disuruh milih gaya arsitektur mana yang jadi favorit gue, pasti gaya minimalis-lah jawabannya. Kalo gue punya rumah, gue bakalan memilih desain minimalis (kayak punya duit aja). Gaya arsitektur minimalis mementingkan kekosongan (“emptiness”), dalam artian minim dekorasi dan pengisi interior. Gaya ini menolak segala jenis materialisme dan konsumerisme, sehingga menuntut bahwa yang ada di rumah kita hanyalah barang2 yang benar2 kita butuhkan untuk kehidupan kita saja. Dengan membuang segala sesuatu yang tidak penting bagi kita, maka yang akan tertinggal adalah kesederhaan yang minimalis. Gaya arsitektur ini mengundang kita untuk mencicipi cara hidup yang berbeda, yakni cara hidup yang lebih sepi, lebih tenang, lebih damai, dan lebih berharga.
Berdasarkan sejarahnya, gaya minimalis sudah dicetuskan sejak 1910 ketika Adolf Loos, seorang arsitek mengucapkan kata-katanya yang terkenal “Ornament is A Crime” dan Florian Musso lewat essainya “Simply Good”. Namun gaya minimalis dalam arsitektur sendiri baru dirintis oleh Le Corbusier (nggak ada hubungannya ama Dedy Corbuzier), arsitek terkenal asal Prancis lewat Villa Savoye pada tahun 1928.
Gaya ini diikuti oleh Ludwig Mies van der Rohe (yang terkenal oleh ucapannya “Less is More” pada 1920) lewat rumah rancangannya Farnsworth House (1946). Segera, arsitek2 minimalis bermunculan seperti Tadao Ando (Jepang) dan Alberto Campo Baeza (Spanyol). Gaya arsitektur ini kemudian mendunia pada 1980 dan menjadi terkenal di Indonesia mulai 2004 dengan menjamurnya rumah2 bergaya minimalis hingga sekarang.
Desain rumah minimalis seperti bisa dilihat, memiliki kesan “back to basic”, sederhana, simpel, rapi, bersih, dan murni. Gaya arsitektur minimalis berawal dari ide bahwa interior yang sederhana dan murni akan membawa manusia kepada ketenangan jiwa. Desain bergaya minimalis seringkali mengejawantah menjadi rumah berdinding monokromatis (berwarna tunggal; seperti semua putih), ruangan yang bersih dengan sedikit furniture (hanya yang penting saja), dan miskin hiasan dan detail2. Desain minimalis mementingkan keutuhan, visual tunggal yang tak terputus, karena itu seringkali rumah bergaya minimalis memiliki deretan dinding kaca yang lebar.
Pada dasarnya, gaya minimalis menuntut manusia membuang segala benda yang tak penting baginya. Sebuah ruang tamu mungkin hanya memiliki sofa, meja, dan televisi; itu saja. Segala sesuatu yang penting namun tak perlu diperlihatkan bisa disimpan dalam lemari (maka dari itu rumah minimalis biasanya memiliki lemari built in dalam dindingnya). Namun bukan berarti objek yang penting bagi pemilik dan menimbulkan memori tertentu tak bisa disimpan. Hal ini akan membuat hidup sang pemilik rumah jauh lebih mudah, apabila kita menekan keinginan dan kebutuhan kita hingga ke tingkat yang esensial atau yang benar2 dbutuhkan.
Kekosongan yang dipuja dalam arsitektur minimalis berkaitan dengan absennya ornamen dan dekorasi. Hal ini menjadi dorongan bagi manusia untuk membebaskan diri dari simbol2 maupun objek yang dapat menghalangi manusia untuk menyadari ukuran ruangan yang sebenarnya. Logis saja, kalau ruangan kita kosong kan kita akan merasa ruangan tersebut lebih luas, lebih bebas, dan tidak sesak.
Gaya minimalis mendapat inspirasinya dari gaya arsitektur tradisional Jepang yang berakar dari ajaran Zen dan Buddha. Kedua ajaran tersebut mementingkan adanya harmoni antara pikiran, jiwa, dan alam. Ajaran Buddha dan Zen mengagungkan kehidupan asketisme para biksu. Asketisme yang dianut para biksu tidak hanya berkaitan dengan larangan untuk menikah saja (selibat), namun yang lebih penting lagi memisahkan diri dengan dunia ini. Mereka berusaha melupakan dunia yang materialistis untuk mencapai tingkat spiritualitas yang lebih tinggi.
Namun manusia modern zaman sekarang nggak bisa kan hidup bertapa dan mengasingkan diri di hutan atau kuil seperti mereka? Maka pemecahannya adalah dengan mengubah rumah tempat tinggal kita menjadi ”kuil yang damai” bagi diri kita sendiri. Ketika tiba di rumah bergaya minimalis yang kita tinggali, kita akan sejenak terbebas dari dunia yang materialistis, sebab yang ada di rumah kita hanyalah benda2 yang kita butuhkan, tanpa ada usaha untuk “memperkayanya”. Rumah yang tenang dan luas akan membuat kita santai dan melupakan dunia luar yang sibuk, berisik, dan mengundang stress. Dalam filosofi Jepang, mencapai keadaan seperti ini akan membuat kita hampir merasa seperti bayi yang baru lahir ke dunia., sebab kita sendiri lahir tanpa membawa apa-apa.
Namun bukan hanya kekosongan saja yang penting dalam desain minimalis; yang lebih penting lagi adalah “apa” yang bisa mengisi kekosongan tersebut, bisa saja berupa pikiran baru, ide baru, kreasi baru, pemahaman baru; segala sesuatu yang bisa membuat kita berkembang (evolve). Kamar yang kosong memberikan cukup ruang bagi jiwa manusia untuk bebas sehingga pikiran dan imajinasinya dapat “berkelana liar” dan mencapai batas potensinya.
Manusia yang tinggal di rumah bergaya minimalis dituntut memiliki dispilin yang tinggi, sama seperti seorang biksu yang tinggal di kuil. Mereka kini tak bisa lagi “mengkonsumsi” apapun yang ia inginkan. Ia diwajibkan untuk beradaptasi dengan rumahnya, bukan rumahnya yang harus beradaptasi dengan keinginan. Ambillah contoh si pemilik rumah menemukan sebuah lukisan atau cermin berukir yang sangat ia sukai, namun ia tak bisa memasukkannya ke rumah karena akan merusak kesempurnaan dinding putih rumahnya.
Ini akan membawa manusia kembali pada kearifan. Manusia seringkali bersikap egois dengan menuntut segala sesuatu yang sekitarnya untuk menuruti keinginannya. Ketika tiba di suatu lingkungan, ia akan merombak dan merusak alam itu agar sesuai dengan kebutuhannya. Dengan tinggal di rumah minimalis, manusia akan belajar bahwa sudah saatnya ia mulai mengutamakan segala sesuatu yang ada di luar dirinya dan tak hanya menuruti segala ambisinya. Bila ia telah menyadarinya, ia akan menerima hadiah (reward) setimpal, semisal rumah yang estetis, harmonis, dan bersih. Segala disiplin ini juga akan menekan sifat komersialiasi manusia yang selalu berhasrat ingin membeli semua yang dilihatnya. Disipilin lain yang diajarkan rumah minimalis ini adalah menuntut manusia menjadi lebih rapi dan bersih. Bayangkan saja tinggal di rumah yang seluruh lantai dan dindingnya berwarna putih, setitik noda pasti akan langsung kelihatan.
Rumah minimalis juga memiliki keunggulan “rasa” yang lain, yakni selalu bersikap “welcome” pada semua tamunya. Imajinasikan kalian bertamu di sebuah rumah dimana sang pemilik memajang semua benda koleksinya untuk memamerkan segala harta dan kepribadiannya. Hal itu tidak akan membuat kalian nyaman bukan? Namun rumah minimalis bergantung pada minimnya dekorasi, sehingga kemungkinan yang kita rasakan saat bertamu hanyalah rasa lapang dan nyaman. Sepulang dari kehidupan sosial dan kerja yang sibuk, tentu sangat melegakan bagi kita untuk kembali ke rumah yang bisa membuat kita bersantai seperti ini. Sehingga tak bisa dipungkiri, rumah minimalis seakan bisa menjadi “surga” bagi pemiliknya.
Berikut ini contoh eksterior rumah bergaya minimalis. Rumah minimalis umumnya berbentuk kotak, karena selain menonjolkan kesederhaan yang sudah menjadi prinsipnya, gaya ini juga berakar dari gaya2 modern, seperti Kubisme.
Salah jika menganggap rumah minimalis seluruhnya harus berwarna putih. Inti dari minimalisme adalah monokromatis atau penggunaan hanya satu warna dominan. warna hitam juga bisa digunakan.
Ini contoh desain interior. Segala funriture hanya bisa ditempatkan di dalamnya apabila jiwanya sesuai dengan keseluruhan ruangan. Ruang tamu:
Teras.
Ruang tidur.
Kamar mandi.
Dapur.
Belum lagi jika rumah2 minimalis ini memiliki taman yang simpel namun indah seperti ini.
Ciri lainnya adalah adanya tangga yang melayang. Memang estetis, namun juga harus diperhatikan keamanannya, terutama jika memiliki anak kecil.
Rumah minimalis juga cocok diterapkan di lingkungan beriklim tropis, dengan menambahkan kayu dan tanaman sehingga tampak lebih alami.
Tak hanya rumah, gaya minimalis juga bisa ditetapkan di kantor.
Gaya arsitektur minimalis juga cenderung menyatukan dan melunturkan semua sekat kebangsaan, kebudayaan, kepribadian, dan lain-lain. Coba saja lihat rumah2 ini, tak ada yang menyangka bukan bahwa rumah2 ini didirikan di tiga benua yang berbeda; satu di Jepang, Spanyol, dan Turki.
Namun desain minimalis juga memiliki kekurangan. Bagi beberapa orang, gaya ini disebut-sebut sebagai gaya yang “dingin” dan tak manusiawi karena memang tak sesuai dengan selera mereka. Pastikan pula kalian memang sudah berkomitmen untuk memiliki rumah bergaya minimalis, bukan karena terpaksa karena gaya ini memang lagi trend. Bila jiwa kalian tak sesuai dengan gaya minimalis, yang ada kita malah merasa terkungkung dan tak bisa menjadi diri kita sendiri. Hal ini seperti telah disebutkan di atas, karena gaya minimalis menuntut disiplin yang tinggi dan membuat kita tak bisa menata rumah seperti keinginan kita, khususnya apabila kita adalah orang yang cenderung “rame” ataupun kolektor.
Join This Site Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon