THE LAST RESORT PART 05 – ORIGINAL SERIES

 

 

Shun mengubur kembali mayat gadis yang ditabraknya dengan tanah.

“Maafkan aku, Haruna.” Air mata menetes di pipinya, “Aku sungguh-sungguh tak sengaja ... namun jangan khawatir. Aku sudah mengetahui rahasia mereka. Aku akan membangkitkanmu kembali. Aku berjanji!”

Wajah cantik Haruna serasa bersinar memantulkan cahaya rembulan.

“Seharusnya aku mengajakmu tadi. namun aku tak percaya pada kalian.” Shun mengelus pipi gadis yang sudah kaku itu. Rasanya dingin namun halus, seperti porselen. “Salah satu dari kalian adalah pembunuh psikopat. Aku tak tahu yang mana, namun sebaiknya aku tak mengambil resiko. Kau harus tahu, Haruna ... bukan aku yang membunuh Taka ...”

“Kyu-ai ... Kyu-ai ...”

Shun menoleh dan melihat makhluk-makhluk itu mengintip melalui pepohonan.

“Sial! Maaf Haruna, aku akan kembali lagi untukmu!” Shun bergegas masuk ke dalam mobil.

***

Dengan bersusah payah, Miki berhasil membawa Yuka kabur dari makhluk-makhluk itu. Mereka harus bersembunyi, namun tak ada tempat yang aman.

Kuil itu, Miki teringat. Jika ada kuil itu, mereka takkan masuk.

“Ayo, gunakan kekuatanmu, Miki!” bisiknya dalam batin, “Konsentrasi! Ah, di sana!”

“Ayo, Yuka!” ajak Miki, “Kita akan aman di rumah itu!”

Yuka dengan pasrah mengikutinya.

“Apa kau yakin, Miki? Bagaimana dengan Shun, Haruna, dan Masa-kun?”

Miki menatap Yuka dengan sedih, terutama ketika nama Masa-kun disebut. “Kita tak bisa melakukan apapun untuk mereka, Yuka. Yang bisa kita lakukan adalah bersembunyi di sini hingga fajar. Aku yakin cahaya akan mengusir makhluk-makhluk mengerikan itu.”

Miki dan Yuka bersembunyi di dalam kegelapan, di balik dinding geser yang terbuat dari kertas.

Miki melubangi kertas di belakangnya dengan jarinya. Ia ingin melihat keadaan di luar.

Kosong. Hanya ada kegelapan malam di sana.

Miki tahu mereka aman di sini.

“Miki, kau berasal dari Kyoto, bukan?” tanya Yuka tiba-tiba. Sebelum itu, kesunyian telah menelan malam. Tak ada suara sedikitpun, bahkan jangkrik yang biasanya bernyanyi.

“Ya, kenapa memang?” Miki mengalihkan pandangannya dan menatap gadis itu. Mukanya sembab oleh air mata.

“Aku tak pernah pergi jauh dari Tokyo seumur hidupku.” Yuka menatap Miki dengan wajah sendu, “Ada kuil yang sangat indah bukan di sana, di Kyoto?”

“Tak hanya kuil,” Miki tersenyum mengingat kota asalnya, “Ada istana, taman Jepang, danau ...”

“Bisakah kita pergi ke sana jika kita keluar dari sini?”

“Tentu saja.” Miki mengangguk.

“Aku ingin mengunjungi kuil itu. Aku tak pernah percaya Tuhan, namun setelah semua ini ...” Yuka menunduk sebentar, lalu kembali menatap Miki. Matanya berkaca-kaca, hampir menitikkan air mata. “Kita akan mengunjungi kuil itu bersama-sama ya?”

“Ya, dan kita juga akan berpiknik di tepi danau sambil menikmati musim gugur yang indah. Dan siapa tahu kita bisa bertemu cowok-cowok di sana”

Yuka tertawa, “Itu kedengarannya asyik.”

Namun tawa mereka terhenti ketika mereka menyadari ada suara di belakang mereka.

“Ssssst ... kau dengar itu?” bisik Miki.

Terdengar suara pelan, namun semakin lama semakin dekat.

Suara napas yang berat.

Miki dan Yuka tahu benar, itu bukanlah napas manusia.

“Huuuuuuuuuuuh ... huuuuuuuuuuuuuh ...”

Miki dan Yuka serta merta menutup mulut mereka. Mereka tahu makhluk itu tak bisa masuk, namun bayangan bahwa makhluk itu hanya beberapa inci di belakang mereka membuat mereka takut.

Huuuuuuuuuuuh ... huuuuuuuuuuuuuuuh ...”

Miki merasakan makhluk itu bergerak, bahkan menyentuhkan jarinya ke dinding kertas di belakangnya.

Ia menyentuh tepat di punggung Miki.

Dan bernapas tepat di belakang gadis itu.

“Huuuuuuuuuuuuuuuu .... huuuuuuuuuuuuuuh ....”

Detak jantung Miki terasa berhenti.

Tiba-tiba suara napas itu menghilang.

Miki tak tahu apakah makhluk itu masih ada di belakang mereka atau tidak.

Suasana kembali sunyi.

Hingga suara seorang perempuan memecah keheningan.

“Yuka! Miki!”

“Ha ...” Yuka hendak memanggil, namun Miki segera menutup mulut Yuka.

“Ssssst!” bisiknya sambil menempelkan salah satu jarinya ke bibirnya.

“Ta ... tapi itu Haruna!” bisik Yuka.

Miki menggeleng dengan cepat, “Bukan ... dengarkan lagi!”

“Miki ... Haruna ... dimana kalian?”

Sama sekali tak ada intonasi dalam suara itu. Suaranya datar, seolah-olah diucapkan oleh robot.

“Tolong aku ... rasanya sakit sekali ...”

Yuka mulai menangis begitu tahu, apapun itu, ia bukanlah Haruna.

“Keluarlah ... Miki, Yuka ...”

Miki menoleh. Ia sadar ada sesuatu yang tengah memperhatikannya.

Di lubang di dinding kertas yang ia buat, Miki melihatnya ...

Sebuah bola mata tengah mengamati mereka berdua dari luar.

***

Selama sedetik, tak ada setetespun suara.

Bahkan Miki dapat mendengar suara detak jantungnya sendiri.

Apakah makhluk itu telah pergi?

Miki memejamkan mata, tak ingin melihat bola mata itu. Namun ia tergoda untuk mencari tahu, mengapa suasana begitu sunyi.

Miki membuka matanya dan ....

“GREEEEEEEEEEK!!!”

Tiba-tiba dinding di belakang mereka bergeser. Kedua gadis itu menjerit.

“Miki! Yuka! Kalian baik-baik saja?”

Miki mengenal dengan baik suara itu.

“Masa-kun?” Miki langsung berbalik dan memeluknya, “Kau selamat?”

“Ya, aku berhasil meloloskan diri. Ayo cepat pergi dari sini, aku menemukan kendaraan di luar!”

***

“Kau yakin kita bisa meloloskan diri dengan ini?” Yuka menatap dengan tidak yakin sepeda motor di depannya.

“Ya, kita bisa menaikinya bertiga. Kita harus mencoba, daripada terjebak di desa ini.”

“Kalian sebaiknya pergi terlebih dahulu.” kata Miki, “Lalu kalian bisa kembali menjemputku.”

“Tidak, Miki!” Yuka tak setuju, “Kami takkan meninggalkanmu di sini!”

“Ya, dia benar.” kata Masa-kun, “Kita akan pergi dari sini bersama-sama.”

“Tapi aku aman di kuil itu ...”

“Jangan sebut-sebut nama itu lagi!” Masa-kun tampak marah, “Tempat itu tidak memberikanmu perlindungan. Karena tempat itulah seluruh tempat ini dikutuk! Tak ada yang lain selain iblis yang bersemayam di sana. Kau tahu kenapa makhluk-makhluk itu tak mau masuk? Karena ada kekuatan yang lebih jahat bergentayangan di sana. Berlindung di sana sama saja menyerahkan dirimu pada setan!”

Dengan enggan, akhirnya Miki menuruti saran Masa-kun.

Pemuda itu tampak menyimpan sesuatu di dalam saku jaketnya. Seperti sebuah kotak kayu kecil yang berukir. Entah apa isinya, namun Masa-kun tampak ingin menjaganya dengan baik.

Mereka berdua membonceng pemuda itu dan ketika ia mulai menyalakan mesin, Miki kembali merasa gugup.

Apa mereka akan keluar dengan selamat dari tempat ini?

Motor itu melaju dan Miki segera menyadari makhluk-makhluk itu mengikuti mereka. Beberapa berlari dengan keempat kaki mereka, namun mereka tetap tak bisa mengikuti kecepatan motor yang dikendarai Masa-kun. Makhluk-makhluk yang terbang pun hanya bisa berputar-putar di atas mereka.

Namun mereka bertiga tak menduga, masih ada satu jenis makhluk lagi.

Makhluk yang muncul dari dalam tanah.

Salah satu dari makhluk itu tiba-tiba keluar dari dalam tanah dan mencengkeram roda sepeda motor yang mereka tumpangi ...

“KYAAAAAAA!!!!”

“BRAAAAAAAAAAAK!!!!”

Dengan mata berkunang-kunang, Miki masih menyadari makhluk-makhluk itu mengelilingi mereka.

Ia kini terbaring di atas tanah. Sekujur tubuhnya terasa nyeri, namun ia harus terus bergerak.

“Yuka?” Miki segera teringat akan sahabatnya itu dan mencoba mencarinya. Ia menemukannya tergeletak di bawah pohon yang mereka tabrak.

“Yuka! Yukaaaaa ...”

Miki mencoba menggoncang-goncangkan tubuh gadis itu, namun ia hanya bergeming. Kepalanya bersimbah darah. Miki tahu kenyataannya, namun ia menolak menerimanya.

“Yukaaaaa ... bangunlah! Bangun!”

“Miki!” Masa-kun bangkit dengan kesakitan dan menghampirinya. Ia menaruh tangannya di atas bahu gadis itu, “Dia sudah meninggal. Kau harus merelakannya!”

“Tidaaaak” tanpa sadar air mata meleleh di pipi gadis itu, “Aku sudah berjanji akan mengajaknya ke kuil. Aku harus menepatinya ...”

“Miki ...”

“Yukaaaaa ... kumohon bangunlah! Kita sudah berjanji akan pergi ke danau bersama-sama ...”

“Miki, kumohon! Kita harus pergi!” Masa-kun melihat makhluk-makhluk itu sudah mengepung mereka. Dari pepohonan, dari udara, berapa bahkan muncul dari dalam tanah bak bangkit dari kubur.

Kini sudah tak ada lagi jalan keluar.

“Kyu-ai! Kyu-ai! Kyu-ai!” suara makhluk-makhluk itu makin ramai.

“Diamlah kalian semua!” rasa duka Miki kini berubah menjadi amarah. Ia muak mendengar suara makhluk-makhluk itu.

“KALIAN SEMUA DIAAAAAAAAAM!!!!”

Tenaga yang sangat hebat tiba-tiba keluar dari tubuh Miki, menghantam makhluk-makhluk itu. Beberapa ketakutan dan kembali menggali ke tanah. Makhluk-makhluk yang berada di udara langsung berjatuhan dengan tubuh terpotong-potong setelah terkena energi yang dilepaskan Miki. Makhluk-makhluk yang berada di atas tanah segera merangkak menjauh meninggalkan mereka.

Miki menoleh dan segera menyesal telah kehilangan kendali.

Dilihatnya Masa-Kun duduk terpaku di atas tanah. Wajahnya tampak tergores dan tangannya memegangi bahunya yang berdarah.

Miki juga ikut melukai Masa-kun.

“Masa ... maafkan aku ...”

Masa-kun hanya tersenyum, “Tak apa. Aku kaget kau ternyata memiliki kekuatan sebesar ini. Ayolah, kita harus segera pergi dari sini.”

Tiba-tiba mereka melihat sesosok bayangan ... seorang wanita berkimono putih tampak berjalan dari kejauhan, meniti langkahnya menuju ke dalam hutan.

“Tidak, kita tidak akan kabur lagi.” Peristiwa tadi telah membuat gadis itu memperoleh kepercayaan diri, “Kita akan menyelesaikan masalah ini hingga ke akar-akarnya.”

Miki mengajak Masa-kun mengikuti wanita berpakaian kimono itu. Mereka tak bisa melihat wajahnya, namun mereka tahu ia-lah yang bertanggung jawab atas semua ini.

Merekapun menyadari mereka tengah menaiki bukit untuk menuju ke kuil di tengah hutan, tak jauh di lokasi dimana mobil mereka mengalami kecelakaan.

Wanita berkimono itu masuk ke dalam kuil; pondok bobrok yang berada di puncak bukit itu.

Masa-kun dan Miki mengikuti wanita itu. Mereka menutup hidung mereka untuk menghindari bau busuk yang tercium di udara.

Ia membuka segel dan menggeser pintu itu. Tampak kobaran api yang amat besar di tengah ruangan.

Wanita itu tertawa. Ia telah lama menyadari kehadiran mereka berdua.

“Kalian rupanya lebih kuat daripada yang kuperkirakan” katanya dengan suara polos dan kekanak-kanakan.

Suara wanita itu membuat mereka berdua terkejut.

“Ternyata kau selama ini. Kau juga yang telah membunuh Taka!” ujar Miki.

Wanita itu menoleh dan membuka tabir identitas aslinya.

Misaki-chan.

 

TO BE CONTINUED

Suka artikel ini ?

About Banu Qinan

Admin Blog

Join This Site Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Silakan berkomentar dengan sopan